Selasa, 23 Agustus 2011

Catatan dari pelatihan bersepeda anak SD

"Pelan-pelan, lihat ke belakang, kasih tanda!" Tak bosan-bosannya para kakak fasilitator mengulang seruan tsb kepada anak-anak SD yang sedang mengikuti pelatihan bersepeda yang aman.

Pelatihan bersepeda
Pelatihan bersepeda tsb berlangsung di masa libur naik kelas yang baru saja berlalu. Tujuannya sederhana, yakni meningkatkan keterampilan dasar bersepeda para peserta agar lebih aman dalam berkendara lewat 2 x pertemuan (2 & 9 Juli 2011). Harus diakui tantangan bagi siswa-siswi sekarang untuk bersepeda ke sekolah jauh lebih besar dari yang generasi sebelumnya hadapi, setidaknya satu dekade yang lalu.

Niatan mengadakan pelatihan sebenarnya sudah cukup lama terbersit. Sebuah catatan pernah dibuat di sini . Tapi titik cerah baru tampak setelah tak sengaja membaca notes Lieke Soe   di bulan Mei 2011 ttg Program Kids on Bikes di Jogja. Akhirnya info lebih lengkap diperoleh dari Thomas Widiyanto, salah seorang pegiat Kids on Bikes, yang begitu murah hati berbagi pengalaman.

Berangkat dari info tsb, akhirnya saya coba kontak Goro, seorang pesepeda & urbanist yang tak sengaja saya kenal pada salah satu pertemuan #savejkt beberapa bulan sebelumnya. Apalagi kalau bukan untuk meminangnya menjadi fasilitator. Lewat kicauan Goro, akhirnya terkumpul tim fasilitator. Ada Randi, Rahne, Imam, Seno, Rangga, dan Lia.

Luar biasa salut dengan semangat untuk berbagi dan berbuat dari teman-teman yang baru saya kenal ini. Tak kurang dari 40 km pp harus digenjot dari kawasan SCBD ke tempat pelatihan di SDN Penggilingan 05 & 07 Pagi yang terletak di ujung timur Jakarta. Di luar dugaan teman-teman juga sampai siap dengan "hadiah-hadiah” penyemangat untuk peserta.
"Minggu depan ada lagi kan kak", tanya beberapa anak dengan antusias sebelum pelatihan usai.


Rasanya pertanyaan tsb cukup menunjukkan betapa anak-anak menikmati kegiatan ini. Simak juga rekaman anak-anak saat mengikuti pelatihan di sini. Pastinya ada pengetahuan baru yang diperoleh dari 2x pertemuan tsb. Walaupun untuk mencapai tahap perubahan perilaku berkendara, anak-anak masih perlu banyak berlatih ;-)


Interaksi nyata antar warga kota
Terlepas dari materi pelatihannya sendiri, menarik memperhatikan interaksi yang terjadi antara kakak-kakak fasilitator & adik-adik peserta. Terutama karena terjadi di tengah kehidupan kota yang serba cepat, serba digital, & serba seragam (homogen). Praktis saat ini kian langka menemukan interaksi antar warga dalam dunia nyata apalagi lintas kelompok (baca: sosial, umur, pendidikan, agama, dsj).

"Perumahan terbagi menjadi perumahan mewah, biasa, & sederhana. Begitu juga sekolah, internasional, nasional, & reguler," lontar seorang teman di milis mengungkapkan kekhawatirannya terhadap eklusi sosial yang berkembang di kota besar.

Miris memang melihat interaksi antar warga semakin terkotak-kotak dalam sekat-sekat sosial yang homogen. Interaksi lintas kelas sosial barangkali lebih banyak terjadi dalam konteks menyantuni dan disantuni. Bentuk yang alih-alih menimbulkan kemandirian, justru lebih sering menimbulkan ketergantungan baru.

Tapi dalam pelatihan bersepeda ini saya menyaksikan hal yang berbeda, warga bertaut karena niat baik untuk saling berbagi. Para kakak fasilitator & adik peserta tidak hanya beda usia, tapi juga bisa jadi beda tingkat sosial. Kakak-kakak, yang notabene kelompok pekerja profesional/kreatif, yg semuanya mengecap pendidikan tinggi, berinteraksi dengan adik-adik peserta dari SD negeri, reguler pula. Pekerjaan orangtuanya antara lain buruh pabrik, pedagang kecil, waitress, & pekarya.
 
Barangkali sepintas terlihat lebih banyak berbagi satu arah, kakak-kakak berbagi keahlian & coklat hadiah ke adik2 :-). Tapi tampaknya tidak sepenuhnya demikian, bila menyimak ungkapan kakak-kakak fasilitator yang antara lain:
"Saya belajar banyak dari kegiatan tadi dan terima kasih untuk kesempatannya", ungkap salah seorang kakak ketika kami ngobrol-ngobrol santai setelah pertemuan ke-1 usai.
"Ya ampun...adik-adik itu seneng banget ya, padahal cuma dikasih coklat aja", ujar seorang kakak melihat antusiasme adik-adik mendapat pembagian coklat.
"Lagi terharu nih salah seorang adik datang ke saya dan minta salim", lapor seorang kakak lain lewat livetwitnya saat awal pertemuan ke-2.
Ada pertukaran nilai dan keahlian dalam interaksi lintas kelompok tsb. Perasaan berguna dan kepuasan belum tentu bisa dibeli di mall paling lengkap sekalipun. Keeratan sosial pun terbangun. Jauh-jauh ke ujung timur Jakarta juga membawa kakak-kakak lebih mengenal Jakarta di luar SCBD. Termasuk pengalaman baru bawa sepeda naik KRL ;-)

Sebuah harapan
Setiap kali melihat kolaborasi karena niat baik (baca: modal sosial), saya seolah mendapat energi positif yang meyakinkan bahwa perubahan ke arah yang lebih baik bisa dicapai dengan modal sosial. Ketika keberagaman dimanfaatkan untuk saling menguatkan, bukan malah jadi diseragamkan.

Di penghujung bulan penuh berkah, ketika banyak doa di ijabah, teriring doa...semoga semakin banyak niat baik yang saling bertaut untuk kebaikan bersama.

22 Ramadhan 1432 H



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ShareThis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...